POLEWALI MANDAR, iNewsPolman.id – Tragedi kemanusiaan terjadi di RSUD Hj. Andi Depu ketika seorang pasien, yang masih kritis dan belum dilepaskan dari alat medis penunjang hidup, dipulangkan dari rumah sakit.
Kejadian tersebut, yang berujung pada kematian pasien hanya dua jam setelah dipulangkan, menyulut kecaman keras dari Aktipij, M.Erwin direktur eksekutif Jaringan Oposisi Loyal. Rabu,(23/4/25)
Ia menilai peristiwa ini sebagai cermin dari kelalaian fatal dalam sistem pelayanan kesehatan saat ini.
M.Erwin , direktur eksekutif Jaringan Oposisi Loyal., secara terbuka mengkritik keputusan pemulangan pasien tersebut.
Ia menyatakan bahwa RSUD Hj. Andi Depu, khususnya Direktur dr. Anita Umar, harus mempertanggungjawabkan keputusan yang diambil sebagai bentuk tanggung jawab moral dan administratif.
Seorang pasien yang kondisinya masih tergolong kritis dan memerlukan pemantauan intensif, secara mengejutkan dinyatakan layak pulang meskipun dengan peralatan medis penunjang yang masih terpasang.
Keputusan tersebut dianggap tidak hanya menggugurkan hak hidup pasien, tetapi juga melanggar standar etika dan profesionalisme kedokteran, sehingga berpotensi menurunkan mutu pelayanan kesehatan.
Kejadian ini terjadi pada saat yang masih hangat diperbincangkan di ruang publik, khususnya oleh para aktivis dan masyarakat yang mendambakan kejelasan dalam layanan kesehatan.
Waktu tepat kejadian dipicu oleh situasi sistemik dan manajerial yang selama ini mengabaikan keselamatan pasien.
Kasus ini terjadi di RSUD Hj. Andi Depu, Polewali Mandar, sebuah fasilitas kesehatan yang seharusnya menjunjung tinggi profesionalisme dan keselamatan pasien, namun ternyata terjebak dalam praktik yang fatal.
Keputusan pemulangan yang kontroversial ini diduga bukan semata-mata karena kelalaian teknis, melainkan adanya desakan sistemik dan manajerial yang tidak menempatkan keselamatan pasien sebagai prioritas utama.
Hal ini mencerminkan adanya kelemahan dalam kepemimpinan dan tata kelola rumah sakit, yang semestinya diutamakan untuk mencegah insiden serupa di masa mendatang.
Meski diduga terdapat alasan prosedural di balik pemulangan, pertanyaan mendasar muncul mengenai dasar medis dan izin yang diberikan.
Kenyataan bahwa pasien masih dalam kondisi kritis dan tergantung pada alat medis menimbulkan tanda tanya besar mengenai evaluasi terhadap kelaikan pulang.
Sebagai penanggung jawab tertinggi, dr. Anita Umar dinilai tidak dapat menyembunyikan diri di balik birokrasi dan harus segera memberikan penjelasan transparan serta menerima konsekuensi jika terbukti terjadi kelalaian.
Erwin mendesak agar pemerintah daerah dan Dinas Kesehatan segera turun tangan untuk melakukan evaluasi menyeluruh atas insiden ini.
Jika ditemukan indikasi kelalaian fatal, diminta agar dr. Anita Umar beserta jajaran pimpinan RSUD Hj. Andi Depu menerima sanksi administratif yang tegas, bahkan hingga pencopotan jabatan.
"Nyawa manusia bukan statistik, dan rumah sakit bukan tempat eksperimen kebijakan," tegas Erwin, mendesak agar nilai kehidupan diprioritaskan dalam setiap kebijakan layanan kesehatan.
Insiden tragis di RSUD Hj. Andi Depu ini harus menjadi pelajaran berharga bagi sistem kesehatan nasional. Evaluasi mendalam dan perbaikan tata kelola menjadi kunci untuk mencegah terulangnya kasus serupa.
Masyarakat dan keluarga korban menuntut kejelasan, transparansi, serta tindakan tegas dari pihak rumah sakit dan aparat kesehatan untuk memastikan bahwa nilai nyawa selalu berada di atas segala kepentingan administratif maupun manajerial.
Editor : Huzair.zainal
Artikel Terkait