RDP Berjalan Alot, Kenaikan PBB Dinilai Tak Rasional, Rakyat Hidup dari Kebun, Bukan Jual Tanah!

POLEWALI MANDAR, iNewsPolman.id – Kebijakan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang berdampak pada kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Polewali Mandar menuai kritik dari kalangan mahasiswa.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama DPRD, Serikat Mahasiswa dan Rakyat Polewali Mandar (Semarak) menilai kebijakan tersebut sah secara hukum, namun tidak memiliki legitimasi sosial, ekonomi, maupun politik.
“Secara hukum memang sah. Tapi itu tidak berarti sah secara sosial, ekonomi, dan politik. Faktanya, daya beli masyarakat terus menurun, sementara beban hidup semakin tinggi,” tegas salah satu perwakilan mahasiswa.
Mereka menilai pemerintah daerah terlalu fokus mengejar Pendapatan Asli Daerah (PAD), sementara kesejahteraan rakyat terabaikan.
“Keberpihakan pemerintah daerah hari ini lebih kepada target PAD, bukan kesejahteraan rakyat,” tambahnya.
Mahasiswa juga menilai argumentasi pemerintah yang menyebut kenaikan NJOP akan meningkatkan nilai aset warga tidak rasional. Sebab, masyarakat pedesaan menggantungkan hidup pada lahan garapan, bukan dari menjual tanah.
“Betul nilai aset naik, tapi pajak ikut naik. Masyarakat kita hidup dari sawah, kakao, dan kebun, bukan dari menjual tanah,” ujarnya.
Mereka pun membandingkan dengan daerah lain yang memilih tidak menaikkan PBB demi meringankan beban ekonomi masyarakat pascapandemi.
“Banyak usaha tutup, banyak toko gulung tikar. Tapi di sini justru pajak dinaikkan,” kritiknya.
Selain aspek ekonomi, mahasiswa menyinggung prinsip hak asasi manusia (HAM) dalam kebijakan pajak. Menurut mereka, hunian merupakan hak dasar yang tidak semestinya dibebani pajak berlebihan.
Editor : Huzair.zainal