MAMASA, iNewsPolman.id – Aksi protes kembali menggema di Kabupaten Mamasa, Kamis (19/9/2024), ketika Gerakan Mahasiswa dan Masyarakat Mamasa menggelar unjuk rasa menuntut perbaikan kinerja Penjabat (Pj) Bupati Muh. Zain. Demonstrasi ini berujung pada penyegelan Kantor Bupati Mamasa, sebagai simbol kekecewaan massa terhadap buruknya pelayanan pemerintah.
Dalam tuntutannya, massa mendesak agar Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kondosapata diaktifkan kembali dan menekan pemerintah untuk segera membayarkan Siltap (penghasilan tetap) bagi kepala desa serta perangkat desa yang belum terealisasi.
Mereka juga menyoroti keterlambatan pembayaran iuran BPJS dan meminta perbaikan pelayanan kesehatan di RSUD.
Orasi yang disampaikan di depan Kantor Bupati kian memanas setelah tuntutan massa tidak mendapat tanggapan langsung dari Pj Bupati. Sebelumnya, mereka menyampaikan aspirasinya di Simpang Lima, namun ketidakhadiran Pj Bupati Mamasa memicu kemarahan. Massa menuduh Bupati lebih fokus membuat konten media sosial di Jakarta ketimbang menangani permasalahan nyata yang dihadapi Kabupaten Mamasa, seperti sulitnya akses internet dan pelayanan publik.
Ketika aspirasi tak juga direspon, massa bergerak ke Kantor Bupati Mamasa dan melakukan sweeping untuk memastikan keberadaan Bupati. Pada pukul 12:15 WITA, perwakilan massa memasang plakat merah bertuliskan “GEDUNG INI DISEGEL RAKYAT” di pintu masuk lobi kantor sebagai bentuk perlawanan simbolis.
Korlap aksi, Gabriel, menjelaskan bahwa aksi mereka dilatarbelakangi oleh tujuh tuntutan utama:
- Mengaktifkan kembali pelayanan di RSUD Kondosapata dan membayarkan iuran BPJS.
- Realisasi janji Presiden terkait pembangunan pasar dan rumah sakit di Kabupaten Mamasa.
- Audit dana Rp 25 miliar yang diduga disalahgunakan oleh Dinas Pemuda dan Olahraga.
- Pembayaran Siltap yang belum diterima oleh kepala desa dan perangkat desa.
- Evaluasi pembangunan perpustakaan daerah yang terhenti.
- Penutupan tempat hiburan malam yang melanggar peraturan.
- Pencopotan Pj Bupati Mamasa, Muh. Zain.
Massa tak hanya fokus pada pelayanan kesehatan dan kesejahteraan desa, tetapi juga meminta transparansi atas penggunaan dana publik, khususnya anggaran Rp 25 miliar untuk Dinas Pemuda dan Olahraga yang dianggap bermasalah.
Selain itu, proyek pembangunan perpustakaan yang mangkrak menjadi bukti lain dari lemahnya pengawasan pemerintah.
Unjuk rasa ini juga menyerukan penutupan tempat hiburan malam yang dianggap tidak sesuai dengan regulasi daerah, yang bagi massa mencerminkan lemahnya penegakan hukum di bawah kepemimpinan Pj Bupati.
Massa menuntut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) segera mengevaluasi kinerja Pj Bupati Muh. Zain, bahkan meminta agar Bupati ditarik kembali ke Jakarta.
Sindiran tajam dilontarkan, menyatakan bahwa di ibu kota, Bupati akan lebih sibuk mengurus jumlah pengikut di media sosial, sementara Mamasa masih bergelut dengan masalah-masalah mendasar seperti jaringan internet dan pelayanan publik.
Aksi yang awalnya damai, perlahan memanas ketika tidak ada tanggapan dari pihak pemerintah. Penutupan kantor bupati dengan plakat merah menjadi puncak dari aksi yang merepresentasikan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah daerah.
Dengan situasi yang terus berkembang, perhatian publik kini tertuju pada respon pemerintah daerah serta tindak lanjut dari tuntutan massa. Pertanyaannya, apakah suara rakyat akan dijawab dengan aksi nyata, atau akan terus diabaikan?
Editor : Huzair.zainal