POLEWALI MANDAR, iNewsPolman.id - Pada Selasa pagi yang tenang, masih banyak warga yang belum sepenuhnya terbangun dari tidur, sebuah laporan mengguncang jagat politik Kabupaten Polewali Mandar. Desi Afrianti Armas, seorang warga biasa yang tak diduga akan turut andil dalam kancah politik daerah, melangkah dengan niat yang besar. Ia menghadap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dengan membawa serta bukti yang dapat mengguncang pemilu daerah kali ini: video berdurasi singkat yang menampilkan seseorang sedang mengeluarkan uang dari sebuah amplop—lembaran Rp. 100.000 dan Rp. 50.000, transaksi yang tampaknya berhubungan dengan praktik politik uang.
Pada pukul 11:47 WITA, tepat pada tanggal 19 November 2024, sebuah laporan formal terdaftar di Bawaslu dengan nomor 004/LP/PB/Kab/30:05/X/2024. Laporan itu menandai langkah keberanian seorang perempuan muda untuk melawan apa yang ia yakini sebagai pelanggaran dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Polewali Mandar. Tanpa ragu, Desi menggugat keadilan, membawa bukti yang ia percaya menjadi alat untuk membuka tabir kegelapan dalam proses demokrasi yang seharusnya bersih dan adil.
Dalam dokumen yang tercatat, Bawaslu menerima tiga video berdurasi 4 detik, 5 detik, dan 6 detik—momen-momen singkat yang mencatat adanya transaksi yang mengarah pada politik uang. Amplop itu menjadi simbol kekuatan yang diselewengkan, uang yang diperuntukkan untuk membeli suara, menggugurkan hak rakyat untuk memilih dengan bebas tanpa tekanan atau iming-iming materi.
Desi yang lahir di Polmas pada 20 April 2000, dengan nomor telepon yang tercatat dalam laporan tersebut, menyampaikan keberatannya. Keberanian perempuan ini menjadi sorotan, bukan hanya karena ia melaporkan dugaan pelanggaran yang melibatkan calon bupati, tetapi juga karena ia mewakili harapan banyak warga Polewali Mandar yang ingin melihat pemilu yang bebas dari praktik kotor. “Alhamdulillah,” ungkapnya dalam pesan singkat yang tertera dalam laporan, menandakan kelegaan meski langkahnya mungkin masih panjang. Keputusan ini, meskipun sederhana, mengingatkan kita bahwa dalam demokrasi, suara rakyat tidak bisa dipertukarkan dengan uang, dan bahwa setiap orang, baik muda maupun tua, memiliki hak untuk menegakkan kebenaran.
Peristiwa ini menjadi cermin ketidakadilan yang mungkin terjadi di tempat-tempat yang jauh dari sorotan. Namun bagi Desi, itu adalah langkah pertama menuju perubahan, meskipun di tengah tantangan berat. Dalam laporan yang diterima oleh Asyrul dari Bawaslu pada hari itu juga, ada sebuah pesan yang tersirat: keadilan harus dimulai dari mereka yang berani, dari mereka yang tidak takut melawan arus.
Ini bukan sekadar laporan biasa. Ini adalah tanda bahwa di tengah desas-desus politik yang mendera, ada mereka yang siap mempertaruhkan segalanya demi terciptanya pemilu yang bersih dan adil.
Editor : Huzair.zainal