Ngopi, Bukan Sekadar Nongkrong: Cara Baru Evaluasi Kinerja OPD yang Lebih Jujur dan Dekat Rakyat

POLEWALI MANDAR, iNewsPolman.id — Evaluasi kinerja pemerintah daerah tak melulu harus berlangsung di ruang sidang yang formal dan dingin.
Akademisi sekaligus pengamat kebijakan publik, Muh. Sukri, menyatakan bahwa pendekatan informal seperti ngopi bareng masyarakat justru bisa menghadirkan ruang evaluasi yang lebih sehat, jujur, dan membumi.
Pernyataan tersebut disampaikan saat Sukri ditemui iNewsPolman.id pada Rabu (7/5/2025). Menurutnya, demokrasi yang sejati bukan hanya soal menyampaikan laporan dan angka secara seremonial, melainkan tentang mendengarkan langsung suara masyarakat di ruang yang akrab dan setara.
“Ngopi bareng itu bukan gaya baru, tapi nilai lama yang sedang kita hidupkan kembali. Diskusi ringan di warung kopi sering kali lebih bernas ketimbang rapat resmi,” ujar Sukri.
Diskusi-diskusi publik seperti evaluasi kinerja OPD, pembahasan APBD, hingga Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah, menurut Sukri, perlu dibuka ke ruang-ruang informal.
Di warung kopi, masyarakat lebih leluasa menyampaikan kritik tanpa harus terbatasi oleh format atau bahasa teknokratis.
Warung kopi menjadi simbol kesetaraan dan keterbukaan. Di sana, pejabat duduk sejajar dengan warga.
Tak ada podium atau jarak kekuasaan. Hanya ada kursi plastik, kopi hitam, dan kejujuran. Isu-isu seperti jalan rusak, bansos yang tak kunjung turun, hingga program pelatihan yang hanya formalitas lebih mudah terungkap.
Menurut Sukri, seluruh pemangku kebijakan—terutama kepala daerah dan OPD—seharusnya terlibat dalam skema komunikasi informal ini. Rakyat sebagai penerima manfaat langsung juga wajib dilibatkan dalam diskusi terbuka ini.
Momen-momen seperti masa evaluasi program, penyusunan anggaran, hingga penyerapan aspirasi publik, sangat cocok dilakukan di tempat publik yang santai seperti warung kopi, bukan hanya ruang sidang.
Melalui diskusi ala ngopi:
Evaluasi pembangunan tak butuh panggung mewah. Cukup meja kopi dan keberanian untuk mendengar. Legitimasi seorang pemimpin justru tumbuh dari kejujuran dalam mendengarkan, bukan dari banyaknya pidato di podium.
Saatnya kepala daerah dan OPD turun ke meja kopi, bukan sekadar untuk pencitraan, tapi sebagai wujud komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas.
Karena bisa jadi, jawaban paling jujur tentang arah pembangunan kita... tersaji di secangkir kopi yang masih mengepul.
Editor : Huzair.zainal